Langsung ke konten utama

ANTARA PERMOHONAN, PENGABDIAN DAN PEMBERIAN



                   Jangan sampai permohonan Anda kepada Allah hanya sebagai alat untuk mendapatkan pemberian-Nya, karena Perbuatan seperti itu berarti Anda tidak memahami kedudukan Anda terhadap-Nya. Bermohonlah dengan menzahirkan diri Anda sebagai hamba, karena Kewajiban Anda terhadap Tuhan". Ketahuilah, Allah tidak memerintahkan kepada kita, untuk meminta dan memohon kepada-Nya melainkan agar kita nampak dan jelas bahwa kita ini benar-benar adalah Faqir, dan butuh Allah. Dengan begitu, kita akan patuh kepada-Nya, tunduk dan merunduk dihadapan-Nya, sebagaimana seorang hamba yang shaleh yang sangat butuh pada-Nya.

         Perkara ini, semestinya akan menzahirkan sikap penghambaan kita kepada Allah, dan mematuhi kewajiban-kewajiban kita sebagai hamba-Nya. Hubungan kita sebagai hamba kepada Allah, bukan ibarat seorang buruh dengan seorang majikannya, yang adalah menjadi kewajaran dan keniscayaan untuk menuntut upah pada majikannya. Tetapi Hubungan kita itu adalah "ANTARA DIRI KITA SEBAGAI 'ABID DAN ALLAH SEBAGAI MA'BUD " Jadi, hubungan antara 'abid dan Ma'bud sudah terkabul dan terpenuhi. Demikianlah menurut faham dan pendapat orang-orang 'arifin.

            Abu Nashir As-Sarraj berkata : "Saya telah bertanya kepada sebagian guru-guruku tentang apakah perlunya do'a bagi orang yang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah?" Jawabnya : "Berdo'a itu ada dua tujuan yaitu : Pertama Untuk menghias zahir kita dengan do'a, sebab : Do'a itu salah satu bagian daripada khidmat kepada Allah, maka ia ingin berbuat demikian. Kedua Berdo'a semata-mata karena menurut perintah Allah, sebab Faedah do'a itu, untuk memperlihatkan akan hajat, kebutuhan dan kefaqiran seorang hamba dihadapan Allah."


            Sayid Abu Hasan ra. berkata : "Janganlah yang menjadi tujuan dari do'amu itu, tercapainya hajat dan kebutuhanmu, jika demikian, berarti kamu terhijab dari Allah, tetapi jadikanlah do'a itu sebagai himmah munajatmu kepada Allah Ta'ala."

                 Imam Abu Qasim Al-Qusyairi berkata : "Seburuk-buruk manusia adalah orang yang hanya berdo'a dengan kesungguhan ketika tertimpa musibah dan bencana. Dalam situasi kesengsaraan itu, dia berdo'a dengan tulus dan penuh kerendahan dihadapan Allah Ta'ala, tetapi ketika musibah dan bencana itu dihilangkan daripadanya, ia menjadi lupa, seakan-akan tidak pernah butuh dan meminta kepada Allah. Orang yang seperti inilah sesungguhnya orang yang terlempar jauh dari Allah, dan termasuk orang yang tertolak (mardud)."


                 Oleh sebab itu, ada yang mengatakan : "Datangnya bencana yang memaksa Anda berdo'a kepada Allah itu, lebih baik daripada pemberian ni'mat, kesenangan yang melupakan dan menjauhkan Anda dari Allah". Sebenarnya do'a kita itu sudah ditetapkan oleh Allah sejak azali-Nya. Apa yang diminta dan apa kita capai hasilnya semuanya sudah ditetapkan hukum-Nya. Jadi, tidak perlu, meminta minta yang tidak-tidak yang tidak sejalan dengan hidup, apakah keta'atan kita itu sejalan atas perbuatan sehari-hari bila tidak sejalan kehendak Allah, maksudnya ikhlas tidak memerlukan apapun kecuali tawakkal??

                    Seorang hamba yang ikhlas meminta cuma satu yang ia pinta yaitu keridha'an, tidak meminta selain keridha'an. Artinya ikhlas menerima apa yang sudah ditetapkan takdir Allah, menerima atas musibah dan bencana. Karena bukan karena sebab. Semua bencana menimpa bukan sebab. Tetapi itu sudah ketetapan hukum Allah dizaman Azali-Nya. 

Firman Allah Ta'ala :
INNA  'IBAADII LAYSA LAKA 'ALAYHIM SULTHAANUN WA KAFAA BI RABBIKA WA KIILAA
Artinya : " Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai penjaga." (QS. Al-Isra' : 65).


Kemudian Syaikh Ibnu Athaillah menyatakan :JALLA HUKMUL AZALI AN YANDHAAFA ILAL  'ILAL. Artinya  " Maha agung hukum Allah yang sejak zaman azali, tidak menyandarkan sesuatu pada sebab-musababnya"


                  Nah, Semoga keterangan ini, dapatlah Anda memahaminya, agar selalu menyimak dan memetik makna isi dari kutipan kami ini. Dan semoga kita semua terhindar dari sebuah do'a yang tidak bermanfa'at yang tidak sesuai kehendak Allah, yaitu tidak disertai keikhlasan. Insya Allah. Hati selalu ikhlas apa yang diputuskan Allah. Inilah penzahiran diri yang mutlaq.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHUSYU' DAN HUDHUR

"Sungguh, berbahagialah orang-orang mu'min yakni mereka  yang khusyu' dalam shalatnya" (QS. Al-Mu'minun 23 : 1-2)           Disini kita mengutip lagi tentang khusyu' dan hudhur, agar Anda memahami tentang maksud makna arti kedua ini, biar Anda jelas apa itu khusyu' dan apa itu hudhur. Mari simak kembali, biar Anda puas memahami maksudnya. KHUSYU' Ketahuilah, Banyak para ulama kita yang beda pendapat memaknai khusyuk itu pendapat pertama menyebut bahwa Khusyu' dalam shalat bisa diperoleh dengan memejamkan mata, merendahkan suara, dan tidak melirik kekanan dan kekiri. Pendapat yang lain mengatakan bahwa Bila shalat sudah dimulai hendaklah ia tidak mempedulikan disekelilingnya, atau tidak ada orang sebelah kanannya maupun disebelah kirinya, serta menganggap tidak ada pekerjaan lain yang lebih penting selain shalat. Pendapat yang lain pula mengatakan bahwa Khusyu' dapat dicapai dengan mengerahkan ingatan hanya pada Allah dengan seg...

JANGAN HANYUT DAN TERTIPU OLEH PUJIAN

                           Pujian adalah suatu penghalang seorang hamba yang hendak menetapkan hatinya untuk khusyu' kepada Allah, maka perlu kita waspadai diri kita atas pujian manusia.  Ingatlah, tipu daya pujian dapat merusak imannya yang bertauhid, karena orang yang beriman itu, bila ia mendapat pujian, tentu ia merasa takut kepada Allah, dan tentu pujian itu menghalangi suatu perjalanan dirinya tuk menuju hadirat-Nya.  Daripada itu, berdo'alah jika Anda dipuji, agar pujian itu tidak singgah kedalam hati.  Bila hanyut dan tertipu oleh pujian, maka itu sebagai tindakan yang membahayakan hatinya. AJHALUN NAASI MAN TARAKA YAQIINA MAA 'INDAHU LI-ZHANNI MAA 'INDAN NAAS Artinya : " Manusia yang paling bodoh itulah yang suka mengabaikan keyaqinan yang ada pada dirinya. Karena mengikuti dugaan yang ada pada orang lain." Ingatlah! Hanyut dan tertipu dengan pujian dan sanjungan manusia a...