"Siapa yang merasa ganjil, dapat diselamatkan Allah dari pengaruh syahwatnya. Dan dikeluarkan dari kelalaiannya, berarti Dia memperlemah kekuasaan Allah Dan Allah adalah sangat berkuasa atas setiap sesuatu". Keimanan kita dituntut harus meyaqini terhadap kemaha kuasaan Allah Ta'ala. karena Dia- Dzat Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari pada itu, ketidak berdayaan diri kita ini dalam menghadapi nafsu syahwat, dan juga kelalaian yang masih menguasai diri kita, itu menunjukkan diri kita bahwa : " Betapa lemahnya iman kita " Tetapi kita jangan merasa heran bila Allah menghendaki kita terbebas dari jeratan nafsu syahwat, dan mengeluarkan kita dari kelalaian, karena Allah Maha Kuasa untuk melakukan hal itu.
Nah, Apabila kita merasa ganjil dan menduga hal itu tidak mungkin maka Sama saja kita melemahkan kekuasaan Allah yang tiada batasnya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ketahuilah, Ketika kita diselamatkan oleh Allah dari kejahatan nafsu, dan mengeluarkan kita dari kelalaian yang dalam pandangan-Nya bisa jadi tidak mungkin. Tetapi, dengan itu Allah ingin menunjukkan kepada kita bahwa Dia-lah Allah yang menguasai hati kita. Dan ditangan Allah-lah nasib kita ditentukan, siapapun dia. Oleh karena itu "KITA JANGAN BERPUTUS ASA, DAN HENDAKLAH KITA INI TERUS-MENERUS MENGETUK PINTU KEHADIRAT ALLAH DENGAN SEGALA KERENDAHAN DAN KEHINAAN SEBAGAI HAMBA YANG SANGAT MEMBUTUHKAN PERTOLONGAN DAN KUCURAN RAHMAT DAN BELAIAN KASIH-SAYANG-NYA".
Dengan begitu, mudah-mudahan Allah berkenan memudahkan segala kesulitan, dan mencukupi kebutuhan kita, menurunkan keajaiban yang dalam pandangan kita tidak mungkin terjadi. Tetapi bagi Allah tidak ada sesuatupun yang sulit, bila Dia-menghendakinya. Allah Ta'ala berfirman yang artinya :" Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia- menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : "Jadilah" maka Terjadilah ia. Maka Maha Suci (Allah) yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan." (QS. Yaa Siin : 82-83). Jadi, dalam konteks kami ini, terdapat hikayat yang bisa kita petik sebagai pelajaran yakni Hikayat tentang orang-orang shalihin yang pada awal-awal kehidupannya penuh dengan noda dan dosa, selalu bergelimangan dengan kema'siatan, tetapi Kemudian Allah berkenan menyelamatkan mereka dengan sentuhan kasih-sayang dan kemurahan-Nya. Lalu Allah membaguskan amal-amal mereka dan memperelok ihwalnya dengan akhlaq terpuji, menghapus segala kejahatannya dan mengganti kebajikan, mengangkat dari lembah kehinaan menuju pada maqam tertinggi. Semua itu terjadi dalam waktu yang sangat singka atas kekuasaan Allah Ta'ala.
Hikayat yang semakna dengan ini bisa kita ambil contoh, diantara salafus shaleh, Sayid Fudhail bin Iyadh, Abdullah bin Mubarak, Abi Uqal bin Ulwan dan lain-lainnya. Dari hadits Abi Said Al-Khudri ra. bahwa Nabi saw. bersabda : "Terdapat kisah pada kaum terdahulu sebelum kalian, ada seorang laki-laki telah membunuh orang sebanyak 99 orang. Lalu ia bertanya kepada seorang ulama dizamannya, ia datang kepada seorang rahim dan bertanya : "Aku telah membunuh 99 orang, apakah pintu taubat masih terbuka bagiku?", Si rahib menjawab : "Tidak." Mendengar jawaban rahib itu, langsung ia membunuhnya, sehingga ia genap membunuh 100 orang. Kemudian ia mencari lagi orang paling alim untuk menanya masalahnya. Dia ditunjukkan pada seorang yang sangat alim. Ia pun mendatanginya dan ia ditanya : "Orang ini telah membunuh 100 orang, apakah taubatnya masih bisa diterima?. Orang alim menjawab : "Ya, masih bisa.". Lalu pembunuh itu disarankan agar pergi bertaubat kebumh begini dan daerah begini.
Ditempat itu, penduduknya rajin menyembah Allah dan aktivitas keshalehan. Sembahlah Allah bersama mereka, janganlah kembali, karena timpat tinggalmu yang lama itu buminya buruk. Maka dia pergi ketempat itu untuk bertaubat. Ketika sampai ditengah perjalanannya, ia menemui ajalnya.
Maka terjadilah perdebatan antara malaikat Rahmat dan malaikat Azab. Malaikat Rahmat berkata : "Dia datang untuk bertaubat kepada Allah sepenuh hati". Sementara malaikat Azab berkata : "Dia belum melakukan kebaikan sama sekali." Datanglah menjelma dalam bentuk manusia, memberi keputusan hukum pada keduanya. Dia berkata: "Ukurlah perjalanan yang sudah ia tempuh, darimana dia berangkat, dan kemana dia hendak menuju. Lebih dekat mana kebelakang atau kedepan. Kepada yang lebih dekat itulah yang menjadi ketetapan hukum atasnya". Lalu diukurlah. Ternyata dia lebih dekat pada tempat yang menjadi tujuan untuk bertaubat. Dengan demikian, maka malaikat rahmat yg berhaq membawanya".
Komentar
Posting Komentar