Ada sebuah pertanyaan: Tuhan itu Subjek Mutlak atau Objek Mutlak? Mengingat Dia mencipta dan bukan dicipta, mestinya Tuhan merupakan Subjek Mutlak. Dalam bentuk fisik skema penciptaan, Dia semisal titik singularitas yang memancarkan cahaya ke segala arah. Berkas-berkas cahaya itu adalah predikat-predikat yang menggapai semua objek di alam semesta (dan cinta adalah sifat dari segala predikat tersebut). Karena itulah Dia "dideskripsikan" sebagai "sinar" (dalam geometri, sinar itu berupa garis satu arah, →).
Anehnya, banyak manusia yang mencoba berlagak menjadikan-Nya "objek" cinta mereka. Ini sama artinya dengan membalik arah sinar, meng-casting diri mereka sebagai "sumber cahaya" dan mengasumsikan Sang Sumber Cahaya sebagai benda gelap yang akan mereka sinari. How could?
Cinta yang ada dalam diri manusia itu berasal dari-Nya dan sifatnya kontinyu. Kalau mau dikembalikan pada-Nya, tentu melalui proses menolak dulu. Ibarat aliran air pancuran yang menerpa kita dan kita berusaha membalikkan aliran air itu ke atas ke tempat asalnya meski hanya sebagian. Untuk apa? Bukankah lebih logis menerima dan membaginya?
Kalaulah kita memang sanggup melakukan itu (mengembalikan cinta Tuhan), hasilnya bukan Tuhan merasakan cinta kita, melainkan berkurangnya cinta Tuhan yang kita terima. Ini analogi vektor. Misalkan magnitudo vektor cinta dari Tuhan kepada kita itu 1000 meter dan yang berhasil kita kembalikan cuma 1 meter, hasilnya masih vektor cinta Tuhan kepada kita tetapi magnitudonya berkurang 1 meter hingga tinggal 999 meter. Pengurangan 1 meter itu buah dari kesombongan kita. Kalau secara itung dagang malah lebih jelas lagi, cinta dari Tuhan 100%, misal kita kembalikan 20%, sisanya tinggal 80%. Makin besar cinta kita pada Tuhan, makin sedikit cinta Tuhan kepada kita.
So, kalau ada yang menyatakan mencintai Tuhan lebih dari apapun itu tak lain dari ekspresi kebesaran cintanya pada diri sendiri. Kalau memang akal masih sehat, hati belum teracuni, terima saja seluruh cinta Tuhan dan bagikan pada sesama. Ini wujud "menghargai" Tuhan. Kalaulah kita butuh untuk berterima kasih, berterimakasihlah pada cinta. Kalau kita tak punya kekasih untuk dicintai, cintailah cinta itu sendiri. Mencintai Tuhan? Yang benar saja... it is impossible, lah.
Komentar
Posting Komentar